Selasa, 19 Juni 2012

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Lirik Lagu Dolanan Jawa


A.  Judul: Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Lirik Lagu Dolanan Jawa
B.  Pendahuluan:
1.      Latar Belakang
        Indonesia merupakan bangsa yang multi etnik. Sebagai bangsa yang multi etnik tentunya khazanah budaya Indonesia sarat dengan seni tradisi. Kata tradisi mempunyai arti kepercayaan atau kebiasaan yang diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui bahasa lisan.
        Sastra lisan merupakan karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun temurun dan mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan serta dimanfaatkan. Ciri-ciri sastra lisan antara lain, lahir dari masyarakat yang polos; menggambarkan budaya milik kolektif tertentu yang tak jelas siapa pengarangnya; lebih menekankan aspek khayalan, ada sindiran, jenaka, dan pesan mendidik; sering melukiskan tradisi kolektif tertentu. Sastra lisan juga berfungsi untuk menyaring modernisasi.
        Suku Jawa memiliki kebudayaan yang khas, di mana dalam sistem budayanya digunakan simbol-simbol atau lambang-lambang sebagai sarana atau media untuk menitipkan nasihat-nasihat bagi bangsanya. Salah satu bentuk budaya Jawa yang merupakan simbol yang digunakan sebagai sarana mendidik adalah nyanyian rakyat. Nyanyian rakyat merupakan folklor karena diperoleh melalui tradisi lisan. Nyanyian rakyat biasa didendangkan ketika bulan purnama, atau ketika anak-anak bermain dengan teman sebayanya. Sebagai salah satu bentuk kesenian tradisional, lagu rakyat tidak diketahui siapa penciptanya karena pada saat lagu itu diciptakan rasa kebersamaan masih jauh lebih dipentingkan daripada kepentingan individual.
        Saat ini lagu-lagu tersebut sudah jarang dinyanyikan oleh anak-anak. Anak-anak lebih menyukai permainan modern daripada permainan tradisional. Sehingga lagu-lagu yang terdapat dalam permainan tersebut juga jarang didendangkan, khususnya anak-anak di daerah perkotaan nyaris tidak lagi mengenali lagu-lagu tersebut. Keadaan yang seperti ini akan mengakibatkan punahnya lagu-lagu tersebut. Padahal lagu-lagu tersebut mengandung makna yang mampu mempengaruhi pembetukan karakter mereka. Selain  itu lagu-lagu tersebut merupakan warisan budaya yang harus dijaga.
        Pembentukan karakter merupakan bagian penting dalam dunia pendidikan saat ini. UU no.23 th. 2003 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pendidikan karakter seharusnya diberikan kepada anak-anak sedini mungkin. Salah satu cara untuk membentuk karakter anak-anak adalah dengan cara memperkenalkan lagu-lagu yang bermuatan nilai-nilai positif di dalamnya, khususnya lagu rakyat Jawa. Karena alasan tersebut maka makalah ini berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Lagu Dolanan Jawa. Lagu-lagu yang akan dibahas pada makalah ini adalah lagu-lagu Jawa yang sering didendangkan oleh anak-anak ketika memainkan suatu permainan rakyat.

2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dipaparkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana makna yang terkandung dalam lirik lagu dolanan Jawa
b.      Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam lirik lagu dolanan Jawa (Gundul-Gundul Pancul, Jamuran, Ilir-ilir, Sluku-Sluku Bathok, Padhang Bulan, dan Jaranan)

3.      Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan rumusan makalah, tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
a.       mendeskipsikan makna yang terkandung dalam lirik lagu dolanan Jawa
b.      meneskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam lirik lagu dolanan Jawa  (Gundul-Gundul Pancul, Jamuran, Ilir-ilir, Sluku-Sluku Bathok, Padhang Bulan, dan Jaranan)

4.      Manfaat Hasil Pembahasan
Hasil pembahasan makalah ini bermanfaat untuk melestarikan tradisi masyarakat Jawa yaitu berupa lagu dolanan Jawa atau sering pula disebut dengan tembang dolanan Jawa.  Selain itu manfaat yang lain adalah untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang terdapat pada lirik lagu-lagu dolanan, sehingga melalui lagu-lagu tersebut orang tua atau pendidik mampu membentuk karakter anak-anak mereka.

C.  Kerangka Teori
       Lagu rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta memiliki banyak varian. Lagu rakyat disebut juga puisi yang bersifat oral, yang bersifat nyanyian, untuk dibacakan, dialami, dan dihayati bersama-sama. Lagu rakyat biasa dinyanyikan oleh anak-anak pada saat bulan purnama, atau dinyanyikan oleh orang tua yang ingin menyampaikan pesan-pesan kepada anak-anaknya melalui media lagu.
       Untuk mengkaji makna yang terkandung dalam lirik lagu rakyat, maka digunakan teori semantik. Semantik ialah penelitian makna kata dalam bahasa tertentu menurut sistem penggolongan yang terbatas pada sejarah perkembangan kehidupan mental masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai bidang kehidupan.
       Dalam psikologi perkembangan terdapat tiga komponen psikologi manusia yaitu (1) psiko-kognitif, suatu proses psikologis yang terjadi dalam bentuk pengenalan, pengertian, dan pemahaman dengan menggunakan pengamatan, dengan menggunakan panca inderanya sehingga individu tersebut memperoleh pengetahuan dan pemahaman, (2) psiko-afektif, suatu perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu, secara umum pengertian perasaan adalah suasana menyenangkan dan tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, serta sadar bahwa ada aturan yang harus ditaati dalam kehidupan dan (3) psiko-motorik, suatu bentuk perkembangan tubuh, jasmani individu yang diikuti dengan aktivitas dirinya terhadap suatu benda dan lingkungannya yang terkoordinasi diantara jasmani, fisiologi, dan psikologi. Untuk mendukung nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam lirik lagu dolanan, digunakan teori psikologi perkembangan.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.  Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
       Secara harfiah, karakter mempunyai makna psikologis atau sifat kejiwaan karena terkait dengan kepribadian, akhlak, tabiat, watak, sifat kualitas yang membedakan seseorang dengan orang lainnya. Pendidikan karakter adalah usaha sadar dalam pembentukan serangkaian sikap, perilaku, motivasi, aspek perasaan, ketrampilan, dan kebiasaan anak yang sesuai dengan kaidah moral baik yang terdiri dari mengetahui kebaikan, mencintai atau menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan. Ada sembilan pilar karakter, yang penting untuk ditanamkan dalam pembentukan kepribadian anak.  Berbagai pilar karakter tersebut sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai luhur universal, meliputi: (1) cinta kepada Tuhan dan alam semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian, (3) kejujuran, (4) hormat dan sopan santun, (5)  kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama, (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, (7) keadilan dan kepemimpinan, (8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan  (Megawangi dalam Indrawati-Rudy, 2010:717).

D.  Pembahasan
Berikut ini merupakan hasil pembahasan makna dan nilai-nilai pendidikan karakter dalam lirik lagu dolanan Jawa.

1.    Gundul-Gundul Pacul

Gundul…gundul, pacul… cul.. Gembelengan…
(botak seperti cangkul, angkuh sombong)          
Nyunggi… nyunggi, wakul..kul… Gembelengan ….
(Membawa bakul dengan gayanya yang angkuh dan sombong)
Wakul glempang segane dadi sak latar
(bakulnya jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan (tidak bermanfaat lagi)
Wakul glempang segane dadi sak latar
(bakulnya jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan (tidak bermanfaat lagi)

Lirik lagu Gundul-Gundul Pacul menggambarkan seorang anak yang jelek (gundul), sombong (gembelengan), dan tidak bertanggung jawab. Sifatnya tersebut mengakibatkan anak melakukan hal yang tidak bermanfaat (bakulnya jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan (tidak bermanfaat lagi)). Lirik lagu Gundul-Gundul Pacul mengajarkan kepada anak-anak untuk bersikap selalu rendah hati atau tidak sombong. Bersikap sombong hanya akan mengakibatkan melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat atau tidak ada gunanya. Orang yang sombong tidak akan pernah mampu untuk mengemban amanah yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik, seperti pada lirik Nyunggi… nyunggi, wakul..kul… Gembelengan …. (Membawa bakul dengan gayanya yang angkuh dan sombong). Wakul glempang segane dadi sak latar (bakulnya jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan (tidak bermanfaat lagi), anak pada lirik lagu tersebut mempunyai tanggung jawab untuk membawa bakul, namun karena anak tersebut membawa bakul dengan sombong, maka bakulnya jatuh dan nasinya tumpah yang mengakitkan nasi tersebut tidak bisa dimakan lagi. Nilai pendidikan karakter pada lagu tersebut adalah untuk selalu bersikap rendah hati dalam hal apapun.

2.      Jamuran

Jamuran ya ge ge thok         (jamurannya ya dibuat pura-pura)
Jamur apa ya ge ge thok      (jamur apa ya dibuat pura-pura)
Jamur gajih mbejjih sakara-ara (jamur gajih mengotori seluruh lapangan)
Semprat-semprit jamur opo (melesat cepat jamur apa)

Nilai pendidikan dalam lagu ini adalah ketika anak melakukan permainan. Mereka akan melantunkan dengan kompak dan menaati peraturan apapun yang diminta oleh pemain dadi. Pada lirik lagu Semprat-semprit jamur opo, pemain dadi meminta kepada pemain lain untuk menjadi jamur apa yang dia mau, maka pemain lain harus mematuhi apa yang dikehendaki pemain dadi. Hal ini mengajarkan pada anak-anak bahwa hidup ini penuh dengan aturan. Maka segala aturan harus ditaati sesuai dengan peraturan. Karakter yang dapat ditanamkan dalam lirik lagu ini adalah kedisiplinan dalam memauhi segala aturan yang berlaku di kehidupan.

3.      Sluku-Sluku Batok
Sluku-sluku bathok                       (Ayun-ayun kepala)
Bathoke ela elo                             (Kepalanya geleng geleng)
Si rama menyang Solo                 (Si bapak pergi ke Solo)
Oleh-olehe payung mutha            (Oleh-olehnya payung mutha)
Mak jenthit lolobah                      (Secara tiba-tiba begerak)
Wong mati ora obah                    (Orang mati tidak bergerak)
Yen obah medeni bocah               (kalau bergerak menakuti anak-anak)
Yen urip golek dhuwit                  (kalau hidup mencari uang)

Lagu ini mempunyai makna bahwa hidup tidak boleh dihabiskan hanya untuk bekerja. Waktu istirahat ya istirahat untuk menjaga jiwa dan raga agar selalu dalam kondisi seimbang. Sluku-sluku bathok, artinya bathok kepala kita perlu beristirahat untuk memaksimalkan kemampuannya. Bathoke ela-elo berarti dengan cara berdzikir, ela-elo sama dengan laa ilaa ha illallah, mengingat Allah akan mengendurkan saraf di otak. Lalu si rama menyang solo berarti siram atau mandilah atau bersuci menuju solo (sholat) lalu dirikanlah sholat. Oleh-olehe payung mutha mengartikan yang sholat akan mendapatkan perlindungan (payung) dari Allah. Kalau Allah sudah melindungi maka tak ada satupun di dunia ini yang kuasa menyakiti kita. Tak jendhit lolobah berarti kematian itu datangnya tiba-tiba dan tak ada yang tahu, tak bisa dimajukan atau dimundurkan walau sesaat, sehingga saat kita masih hidup kita harus senantiasa bersiap dan waspada untuk mengumpulkan amal kebaikan sebagai bekal untuk dibawa mati kelak. Yen obah medheni bocah artinya saat kematian datang semua sudah terlambat, kesempatan beramal hilang. Banyak yang minta ingin dihidupkan tapi Allah tidak mengizinkan, karena jika mayat hidup lagi maka bentuknya menakutkan dan mudharatnya akan lebih besar. Yen urip goleke duwit berarti kesempatan terbaik untuk bekarya dan beramal adalah saat ini. Saat masih hidup ingin kaya, ingin membantu orang lain, ingin membahagiakan orang tua sekaranglah saatnya. Ketika uang dan harta benda masih bisa menyumbang bagi tegaknya agama Allah. Sebelum terlambat, sebelum segala pintu keselamatan tertutup. Nilai pendidikan yang bisa ditanamkan melalui lirik lagu ini adalah cinta kepada Tuhan dan alam semesta beserta isinya.

4.      Ilir-Ilir

Lir ilir..lir ilir..tanduré wus sumilir                     
(bangunlah, tanaman yang ditanam sudah tumbuh)
Tak ijo royo­royo..tak sengguh temantèn anyar   
(tumbuhan yang subur itu daunnya akan berwarna hijau, saya sambut seperti pengantin baru)
Cah angon.cah angon..pènèkké blimbing kuwi 
(anak gembala, panjatlah belimbing itu)
 Lunyu-lunyu ya pènèken kanggo masuh dodotira
(walaupun licin tetap harus dipanjat, demi membersihkan “pakaian batin” yang kotor)
Dodotira dodotira kumitir bedhah ing pinggir
(pakaian sudah mulai robek di pinggir)
 Dondomana jlumatana kanggo séba méngko soré
(perbaiki pakainnnya untuk dipakai nanti sore)
Mumpung padhang rembulané
(mumpung bulan purnama)
Mumpung jembar kalangané Ya suraka..surak horéé
(mumpung masih banyak kesempatan, mari bersorak hore)

Lagu tersebut mengajarkan kepada anak-anak untuk selalu berbuat baik selama masih memiliki kesempatan untuk berbuat baik. Lagu ini mengajak anak-anak untuk selalu memiliki hati yang bersih dan menjadi seorang muslim yang baik. Pada baris pertama menceritakan tentang kebangkitan Islam. Baris kedua memerintahkan kita untuk melaksanakan kelima rukun Islam semaksimal mungkin. Sementara baris ketiga, menganjurkan kita untuk tobat dan memperbaiki segala kesalahan yang telah dilakukan. Perbaikan itu diharapkan menjadi bekal untuk menuju kehidupan yang abadi, yaitu akhirat. Selanjutnya baris keempat, mengajak umat untuk segera memperbaiki diri selagi masih ada kesempatan sebelum datang kesempitan. Selagi sehat sebelum datang sakit, selagi mudah sebelum masa sulit datang. Dan selagi muda sebelum datang masa tua, selagi hidup sebelum datang kematian. Dalam lagu ini juga memakai kata belimbing, buah belimbing disini menunjukkan rukun Islam yang harus ditegakkan. Buah belimbing memiliki lima sisi, yang masing-masing dimaknai dengan syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji (bila mampu). Kelima rukun Islam itu harus dilaksanakan oleh setiap Muslim agar dapat membentuk dirinya menjadi Insan Kamil (manusia sempurna). Dengan mengajarkan lagu ini kepada anak-anak, para orangtua berharap anak-anak mampu memiliki sikap dan perilaku seperti yang tergambarkan dalam lagu ini. Dalam lagu ilir-ilir ini, nilai pendidikan karakter yang terdapat di dalamnya adalah cinta kepada Tuhan dan alam semesta beserta isinya.

5.      Padhang Rembulan

Ya Prakanca dolana nang jaba  
(ayo teman-teman bermain di luar)
Padhang bulan, padhange kaya rina      
(rembulan bersinar terang seperti siang hari)
Rembulane wis ngawe-ngawe     
(rembulannya sudah melambaikan tangan)
Ngelingake ojo turu sore-sore
(mengingatkan jangan tidur sore-sore)
Ya prakanca dha padha mrene   
(ayo teman-teman bersama-sama kesini)
Bareng-bareng dolanan suka-suka         
(bersama-sama bermain suka ria)
Langite padhang sumebar lintang          
(langit terang penuh bintang)
Ya padha dolanan sinambi cangkriman
(ayo bermain bersama sambil bermain tebakan)

Makna yang terkandung di dalam lagu Padhang rembulan yaitu penghargaan terhadap alam semesta, religiusitas, dan solidaritas. Penghargaan pada alam semesta dan religiusitas dalam lagu Padhang Bulan dapat ditemukan pada syair Padhang bulan, padhange kaya rina...; Langite padhang sumebar lintang. Lirik tersebut menjelaskan bahwa pada saat bulan purnama suasana malam hari menjadi terang benderang seperti siang hari. Maka keindahan tersebut harus dinikmati dan disyukuri dengan cara tidak tidur pada sore hari. Keagungan alam semesta pada saat bulan purnama menggambarkan betapa agungnya kebesaran sang pencipta. Hal tersebut perlu diperkenalkan pada anak-anak agar terbentuk pribadi yang berkarakter, mampu memberikan penghargaan terhadap alam semesta, dan bersifat religius. Sedangakan solidaritas dapat terbentuk melalui syair Ya Prakanca dolana nang jaba...; Ya prakanca dha padha mrene. Syair tersebut menunjukkan solidaritas atau kebersamaan untuk bermain dengan sesamanya dalam suasana gembira. Kesenangan tidak hanya dinikmati sendiri, namun harus dinikmati dengan kebersamaan. Ajaran tersebut penting untuk diajarkan kepada anak-anak agar anak-anak tidak memiliki sifat egois dan individualis.    

6.      Jaranan

Jaranan-jaranan… jarane jaran teji
((Berkuda, berkuda, kudanya teji (tinggi besar)
sing numpak ndara bei, sing ngiring para mantri
(yang naik Tuan Bei, yang mengiring para menteri)
jeg jeg nong..jeg jeg gung, prok prok turut lurung
(Jeg-jeg nong, jeg-jeg gung, prok prok menyusuri jalanan)
gedebug krincing gedebug krincing, prok prok gedebug jedher
(Gedebug krincing gedebug krincing, prok prok gedebug jedher)

Tembang dolanan  “Jaranan” mengajarkan nilai-nilai untuk hormat dan santun kepada atasan, orang yang lebih tua, atau berkedudukan lebih tinggi. Selain itu juga mengajarkan sifat kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama dengan orang lain.  Syair dalam tembang tersebut menyiratkan pesan akan pentingnya kebersamaan, karena pada dasarnya manusia itu saling membutuhkan. Orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi membutuhkan orang yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya. Bagi yang berkedudukan tinggi (ndara Bei) membutuhkan pengawalan bawahannya (para menteri) dalam menjalankan tugasnya.  Sementara itu, bagi yang mempunyai kedudukan lebih rendah harus menghormati orang yang berkedudukan lebih tinggi. Ndara Bei merupakan perlambang orang yang berkedudukan tinggi atau keturunan ningrat (kaya) karena tunggangan-nya adalah kuda yang tinggi besar (jaran teji) sehingga berjalannya pun harus diiringi oleh  bawahannya (para menteri). 

7.      MENTHOK-MENTHOK

Menthok-menthok tak kandhani, mung solahmu angisin-isini
(Menthok-menthok aku nasehati,  perilakumu memalukan)
Bokya aja ndheprok, ana kandhang wae
(Jangan hanya diam dan duduk, di kandang saja)
Enak-enak ngorok, ora nyambut gawe
(Enak-enak mendengkur, tidak bekerja)
Menthok-menthok, mung lakumu megal-megol gawe guyu
(Menthok-menthok, jalanmu meggoyangkan pantat membuat orang  tertawa)

Makna dari lagu tersebut adalah menggambarkan binatang menthok yang mempunyai sifat pemalas, seperti yang digambarkan pada lirik lagu “Bokya aja ndheprok, ana kandhang wae (Jangan hanya diam dan duduk, di kandang saja). Enak-enak ngorok, ora nyambut gawe (Enak-enak mendengkur, tidak bekerja)”. Namun dibalik sikapnya yang pemalas, menthok masih punya kemampuan untuk membuat orang lain tertawa. Nilai pendidikan karakter yang terdapat pada lirik lagu tersebut adalah mengajarkan kepada anak-anak untuk tidak malas dan bekerja keras dalam melakukan berbagai macam aktifitas. Selain itu, terdapat nilai pendidikan yaitu percaya diri. Percaya diri bahwa setiap orang itu memiliki kelebihan dan kekurangan pada dirinya. Jadi, setiap orang itu harus bangga dan tidak boleh menganggap dirinya rendah jika dibandingkan dengan orang lain.
Dari berbagai pesan yang disampaikan dalam lirik lagu dolanan Jawa yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa lagu dolanan Jawa pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) bahasanya sederhana, (2) mengandung nilai-nilai estetis, (3) jumlah barisnya terbatas, (4) berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak, (5) lirik dalam lagu dolanan menyiratkan makna religius, kebersamaan, kemandirian, tanggung jawab, rendah hati, dan nilai-nilai sosial lainnya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tidak diragukan lagi apabila  lagu dolanan Jawa itu pantas untuk dikonsumsi anak-anak, karena banyak nilai-nilai positifnya yang terkandung di dalam lirik lagunya. Secara umum  dapat disampaikan bahwa semua lagu dolanan tersebut mengarah pada aspek cerminan pandangan, falsafah hidup, dan nilai moral yang dibangun dalam masyarakat Jawa, yang pantas untuk digunakan sebagai pembentuk karakter generasi muda penerus bangsa.


E.  Referensi















Bentuk-Bentuk Kesalahan Berbahasa Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2009 dalam Proses Diskusi Kelompok


1.        Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
            Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan bahasa untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Setiap bahasa memiliki tata bunyi, tata kalimat, tata paragraf, dan tata wacana masing-masing, atau dengan kata lain setiap bahasa memiliki sistem bahasanya sendiri termasuk juga dengan bahasa Indonesia. Hal tersebut tentu menjadi masalah bagi pembelajar bahasa khususnya pembelajar bahasa Indonesia. Sistem bahasa Indonesia yang berbeda dengan sistem bahasa ibu yang sering dipakai oleh pembelajar bahasa merupakan salah satu penyebab terjadinya kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati, 2010:10).
            Diskusi kelompok merupakan salah satu metode pembelajaran yang banyak digunakan dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran ini banyak diterapkan mulai dari sekolah dasar sampai dengan sekolah tinggi. Metode ini banyak diminati karena dalam prosesnya dinilai sangat efektif untuk membangkitkan minat belajar siswa. Siswa tidak harus selalu menerima materi dari guru, namun siswa secara berkelompok mencari materi dan mempresentasikannya di depan kelas. Metode diskusi juga membuat siswa lebih berani untuk menyampaikan pendapatnya.
            Sebagai sebuah metode pembelajaran, maka dalam pelaksanaan diskusi kelompok pemateri maupun peserta haruslah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun dalam praktek diskusi kelompok khususnya pada diskusi kelompok yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2009 terjadi beberapa kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa tersebut antara lain kesalahan berbahasa tataran fonologi,morfologi, dan sintaksis.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan berbahasa mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2009 dalam proses diskusi kelompok
2.      Bagaimanakah seharusnya penggunaan bahasa yang benar dalam proses diskusi

1.3  Tujuan
           Makalah ini disusun untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan berbahasa mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2009 dalam proses diskusi kelompok. Selain untuk mengetahui bagaimana seharusnya bentuk bahasa yang digunakan dalam proses diskusi kelompok.

2.        Landasan Teori
                 Penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan faktor-faktor penentu berkomunikasi atau penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan norma kemasyrakatan bukanlah berbahasa Indonesia dengan baik. Berbahasa Indonesia yang menyimpang dari kaidah atau aturan tata bahasa Indonesia merupakan berbahasa yang tidak benar. Jadi, kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia.
                 Kesalahan berbahasa dapat terjadi karena tiga kemungkinan antara lain sebagai berikut:
1.      Terpengaruh bahasa yang dikuasai terlebih dahulu,
2.      Pemakai bahasa kurang memahami  kaidah-kaidah bahasa yang dipakainya,
3.      Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna.
                 Menurut Tarigan (dalam Setyawati, 2010:13) kesalahan berbahasa dalam bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi:
1.      Berdasarkan tataran linguistik, dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa di bidang fonologi, morfologi, sintaksis (frasa, klausa, kalimat), semantik, dan wacana,
2.      Berdasarkan kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis,
3.      Berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan dapat berwujud kesalahan berbahasa secara lisan dan secara tertulis,
4.      Berdasarkan penyebab kesalahan tersebut terjadi dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa karena interferensi, dan
5.      Kesalahan berbahasa berdasarkan frekuensi terjadinya dapat diklasifikasikan atas kesalahan berbahasa yang paling sering, sering, sedang,kurang, dan jarang terjadi.
                 Kesalahan berbahasa Indonesia dalam tataran fonologi dapat terjadi baik penggunaan bahasa secara lisan maupun tertulis. Sebagian besar kesalahan berbahasa Indonesia dalam tataran fonologi berkaitan dengan pelafalan. Kesalahan pelafalan meliputi: kesalahan pelafalan karena perubahan fonem, kesalahan pelafalan karena penghilangan fonem, dan kesalahan pelafalan karena penambahan fonem.
                 Kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi adalah kesalahan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi disebabkan oleh berbagai hal. Klasifikasi kesalahan berbahasa tataran morfologi antara lain: penghilangan afiks, bunyi yang seharusnya luluh tapi tidak diluluhkan, peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, penggantian morf, penyingkatan morf, pemakaian afiks yang tidak tepat, penentuan bentuk dasar yang tidak tepat, penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan kata majemuk yang tidak tepat.
                 Ramlan (dalam Setyawati, 2010:53) mendefinisikan sintaksis sebagai bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. Kesalahan dalam tataran sintaksis antara lain berupa: kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat.

3.        Pembahasan
Terdapat beberapa kesalahan berbahasa dalam proses diskusi yang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2009. Berikut akan disajikan beberapa data, analisis kesalahan, serta pembenaran terhadap kesalahan berbahasa ketika proses diskusi berlangsung.
I.          Kesalahan Berbahasa Tataran Fonologi
a.       Perubahan fonem vokal
Data 1:
           “Mungkin dari temen-temen ada yang ingin ditanyakan mengenai mitos penciptaan?”
Pada kalimat di atas kata” temen-temen” mengalami perubahan fonem vokal yaitu fonem “a” dilafalkan menjadi fonem “e” sehingga menyebakan pelafalan tersebut tidak baku. Pelafaln yang baku adalah “teman-teman”. Kalimat yang benar adalah: ”Mungkin dari teman-teman ada yang ingin ditanyakan mengenai mitos penciptaan?”

Data 2:
           “Pinter-pinter semua ya jadi tidak ada yang ditanyakan pada kelompok kami?”
pada kata “pinter-pinter” terdapat perubahan pelafalan fonem yaitu fonem “a” dilafalkan menjadi fonem “e” sehingga menyebabkan pelafalan kata tersebut tidak baku. Pelafalan kata yang seharusnya dipakai dalam kalimat tersebut adalah “pintar-pintar”. Jadi, kalimat yang benar adalah “Pintar-pintar semua ya jadi tidak ada yang ditanyakan pada kelompok kami.”

Data 3:
           “Pada Interferensi sintakses terdapat kalimat nanti malam dinner                ya?”
Pada kata “sintakses” terdapat perubahan pelafalan fonem “i” menjadi “e” sehingga mengakibatkan pelafalan kata tersebut tidak baku. Pelafalan kata yang seharusnya dipakai dalam kalimat terseut adalah “sintaksis”. Jadi kalimat yang benar adalah “Pada interferensi sintaksis terdapat kalimat nanti malam dinner ya?”

b.      Penambahan fonem Konsonan
Data 1:
           “Cobak kita perhatikan sambutan-sambutan yang ada pada acara    pernikahan dengan yang ada pada acara kematian...”
Pada kata “cobak” terdapat kesalahan pelafalan yaitu penambahan fonem “K” sehingga menjadikan pelafalan kata tersebut tidak baku. Seharusnya kata tersebut dilafalkan “coba”. Jadi, kalimat yang benar adalah ““Coba kita perhatikan sambutan-sambutan yang ada pada acara pernikahan dengan yang ada pada acara kematian...”

Data 2:
           “Saya mau tanyak tentang perbedaan contoh interferensi     morfologi dengan campur kode...”
Pada kata “tanyak” terdapat kesalahan pelafalan yaitu diakhir kata terdapat penambahan fonem “k” sehingga menyebabkan pelafalan menjadi tidak baku. Pelafalan yang baku dari kata tersebut adalah “tanya”. Jadi, kalimat yang benar adalah ““Saya mau tanya perbedaan contoh interferensi morfologi dengan campur kode...”

c.       Penghilangan fonem vokal
Data 1:
           “Karna kita tahu agama Hindu adalah agama yang ada di   Indonesia pertama kali, maka...”
Pada kata “karna” terdapat kesalahan pelafalan yaitu terdapat penghilangan fonem “e” sehingga menyebabkan pelafalan tidak baku. Pelafalan yang baku dari kata tersebut adalah “karena”. Jadi, kalimat yang benar adalah “Karena kita tahu agama Hindu adalah agama yang ada di Indonesia pertama kali, maka...”

Data 2:
           “Kurang lebihnya kami mohon maaf, salamualaikum wr.wb.”
Terjadi penghilangan fonem “a” pada kata “salamualaikum” sehingga menyebabkan pelafalan kata tersebut tidak baku. Pelafalan kata yang baku dalam kalimat tersebut adalah “asalamualaikum”. Maka kalimat yang benar adalah “Kurang lebihnya kami mohon maaf, Asalamualaikum wr.wb.”

d.      Penghilangan fonem vokal rangkap menjadi vokal tunggal
Data:
           “Contohnya kalo kita meminta uang kepada orang tua pada             awalnya kita melakukan basa-basi.”
Pada kata “kalo” terdapat kesalahan pelafalan fonem vokal rangkap “au” dilafalkan menjadi “o” sehingga pelafalan kata tersebut menjadi tidak baku. Pelafalan kata yang baku pada kalimat di atas adalah “kalau”. Sehingga kalimat yang benar adalah “Contohnya kalau kita meminta uang kepada orang tua pada awalnya kita melakukan basa-basi.”

II.       Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi
a.         Penghilangan prefiks ber-
Data:
    “Saya mau tanyak tentang perbedaan contoh interferensi     morfologi dengan campur kode.”
Pada tataran fonologi kata “tanyak” merupakan kata yang mengalami penambahan fonem konsonan dalam pelafalannya. Sedangkan pada tataran morfologi kata “tanyak” mengalami penghilangan prefiks ber- sehingga merupakan bentuk kata yang tidak baku dalam penggunaan di dalam sebuah kalimat. Kata “tanyak” merupakan predikat dari kalimat di atas. Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku, dalam predikat tersebut harus dieksplisitkan prefiks ber-, yaitu “bertanya”. Jadi, kalimat yang benar adalah “Saya mau bertanya tentang perbedaan contoh interferensi morfologi dengan campur kode.”

b.         Penyingkatan prefiks meN-
Data:
    “Iya memang sama, tapi contohnya nyari sendiri.”
Pada kata “nyari” terdapat kesalahan yaitu penyingakatan morf meN- sehingga mengakibatkan kata tersebut tidak baku. Hal ini terjadi karena pengaruh dari bahasa ibu yang sering mereka pakai. Penyingkatan tersebut sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Sehingga kata yang baku adalah meN+cari = mencari. Jadi, kalimat yang benar adalah  “Iya memang sama, tapi contohnya nyari sendiri.”

III.    Kesalahan Berbahasa Tataran Sintaksis
a.         Adanya pengaruh bahasa daerah
Data 1:
    “Kalau untuk masalah keren ndak papa ya? Kita kan masih            muda.”
Dalam ragam baku kata yang bercetak tebal di atas merupakan bentuk pemakaian frasa yang salah. “Ndak papa” merupakan frasa yang terpengaruh oleh frasa dalam bahasa Jawa yaitu “Gak popo”. Sehingga frasa yang tepat untuk digunakan dalam kalimat di atas adalah “tidak apa-apa”. Kalimat yang benar adalah “Kalau untuk masalah keren tidak apa-apa ya? Kita kan masih muda.”

Data 2:
    “Kalau menurut saya, misalnya ngasih contoh itu...”
Terdapat kesalahan dalam frasa yang bercetak tebal di atas. Frasa “ngasih contoh” merupan frasa yang terpengaruh oleh bahasa Jawa yaitu “Nge’i conto” sehingga mengakibatkan kalimat tersebut tidak baku. Frasa yang baku adalah “memberi contoh”. Jadi, kalimat yang benar adalah “Kalau menurut saya, misalnya memberi contoh itu...”

4.      Penutup
4.1  Kesimpulan
            Pada proses diskusi kelompok yang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia angkatan 2009 terdapat kesalahan  berbahasa tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Bentuk-bentuk kesalahan berbahasa tataran fonologi meliputi:
a.       Perubahan fonem vokal
      Kata tidak baku                                Kata Baku
      temen-temen                                       Teman-teman
      pinter-pinter                                        Pintar-pintar
      sintakses                                              Sintaksis
b.      Penambahan fonem konsonan
      Kata tidak baku                                Kata baku
      Cobak                                                  Coba
      Tanyak                                                Tanya
c.       Penghilangan fonem vokal
      Kata tidak baku                                Kata baku
      Karna                                                  Karena
      Salamualaikum                                    Assalamualaikum
d.      Penghilangan fonel vokal rangkap menjadi fonem tunggal
      Kata tidak baku                                Kata baku
      Kalo                                                    Kalau
                        Bentuk-bentuk kesalahan berbahasa tataran morfologi dalam proses diskusi meliputi penghilangan prefiks ber- pada kata “tanya” yang seharusnya “bertanya” dan penyingkatan prefiks meN- pada kata “nyari” yang seharusnya adalah “mencari”. Sedangkan kesalahan pada tataran sintaksis adalah kesalahan karena adanya pengaruh bahasa daerah yaitu pada frasa “ndak papa” yang seharusnya adalah “tidak apa-apa” dan pada frasa “ngasih contoh” yang seharusnya adalah “memberi contoh”.

4.2  Saran
           Sebagai seorang mahasiswa seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dalam proses pembelajaran berlangsung. Tidak sepatutnya jika mahasiswa program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang tidak seharusnya digunakan dalam proses pembelajaran. Mahasiswa yang merupakan calon guru tidak seharusnya menggunakan bahasa yang tidak benar, karena akan berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa anak didiknya kelak. Maka, mulai dari sekarang para mahasiswa diharapkan memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar.


Daftar Pustaka
http://ebsoft.web.id/kbbi-kamus-besar-bahasa-indonesia-offline-gratis/
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan    Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Morfologi .    Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.         Bandung: Angkasa.