A. Judul: Nilai-Nilai Pendidikan
Karakter dalam Lirik Lagu Dolanan Jawa
B. Pendahuluan:
1.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan bangsa yang multi
etnik. Sebagai bangsa yang multi etnik tentunya khazanah budaya Indonesia sarat
dengan seni tradisi. Kata tradisi mempunyai arti kepercayaan atau kebiasaan
yang diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui bahasa lisan.
Sastra lisan merupakan karya yang
penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun temurun dan
mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan serta dimanfaatkan.
Ciri-ciri sastra lisan antara lain, lahir dari masyarakat yang polos;
menggambarkan budaya milik kolektif tertentu yang tak jelas siapa pengarangnya;
lebih menekankan aspek khayalan, ada sindiran, jenaka, dan pesan mendidik;
sering melukiskan tradisi kolektif tertentu. Sastra lisan juga berfungsi untuk
menyaring modernisasi.
Suku Jawa memiliki kebudayaan yang khas,
di mana dalam sistem budayanya digunakan simbol-simbol atau lambang-lambang
sebagai sarana atau media untuk menitipkan nasihat-nasihat bagi bangsanya.
Salah satu bentuk budaya Jawa yang merupakan simbol yang digunakan sebagai
sarana mendidik adalah nyanyian rakyat. Nyanyian rakyat merupakan folklor
karena diperoleh melalui tradisi lisan. Nyanyian rakyat biasa didendangkan
ketika bulan purnama, atau ketika anak-anak bermain dengan teman sebayanya.
Sebagai salah satu bentuk kesenian tradisional, lagu rakyat tidak diketahui
siapa penciptanya karena pada saat lagu itu diciptakan rasa kebersamaan masih
jauh lebih dipentingkan daripada kepentingan individual.
Saat ini lagu-lagu tersebut sudah jarang
dinyanyikan oleh anak-anak. Anak-anak lebih menyukai permainan modern daripada
permainan tradisional. Sehingga lagu-lagu yang terdapat dalam permainan
tersebut juga jarang didendangkan, khususnya anak-anak di daerah perkotaan
nyaris tidak lagi mengenali lagu-lagu tersebut. Keadaan yang seperti ini akan
mengakibatkan punahnya lagu-lagu tersebut. Padahal lagu-lagu tersebut
mengandung makna yang mampu mempengaruhi pembetukan karakter mereka.
Selain itu lagu-lagu tersebut merupakan
warisan budaya yang harus dijaga.
Pembentukan karakter merupakan bagian
penting dalam dunia pendidikan saat ini. UU no.23 th. 2003 menyebutkan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pendidikan karakter seharusnya
diberikan kepada anak-anak sedini mungkin. Salah satu cara untuk membentuk
karakter anak-anak adalah dengan cara memperkenalkan lagu-lagu yang bermuatan
nilai-nilai positif di dalamnya, khususnya lagu rakyat Jawa. Karena alasan
tersebut maka makalah ini berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Lagu
Dolanan Jawa. Lagu-lagu yang akan dibahas pada makalah ini adalah lagu-lagu
Jawa yang sering didendangkan oleh anak-anak ketika memainkan suatu permainan
rakyat.
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
masalah yang akan dipaparkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana
makna yang terkandung dalam lirik lagu dolanan Jawa
b. Bagaimana
nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam lirik lagu dolanan Jawa (Gundul-Gundul Pancul, Jamuran, Ilir-ilir,
Sluku-Sluku Bathok, Padhang Bulan,
dan Jaranan)
3.
Tujuan
Pembahasan
Sesuai dengan rumusan makalah, tujuan
dari pembahasan makalah ini adalah:
a. mendeskipsikan
makna yang terkandung dalam lirik lagu dolanan Jawa
b. meneskripsikan
nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam lirik lagu dolanan
Jawa (Gundul-Gundul Pancul, Jamuran, Ilir-ilir, Sluku-Sluku Bathok, Padhang Bulan, dan Jaranan)
4.
Manfaat
Hasil Pembahasan
Hasil pembahasan makalah ini bermanfaat
untuk melestarikan tradisi masyarakat Jawa yaitu berupa lagu dolanan Jawa atau
sering pula disebut dengan tembang dolanan Jawa. Selain itu manfaat yang lain adalah untuk
mengetahui nilai-nilai apa saja yang terdapat pada lirik lagu-lagu dolanan,
sehingga melalui lagu-lagu tersebut orang tua atau pendidik mampu membentuk
karakter anak-anak mereka.
C. Kerangka Teori
Lagu rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang terdiri
dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif
tertentu, berbentuk tradisional, serta memiliki banyak varian. Lagu rakyat
disebut juga puisi yang bersifat oral, yang bersifat nyanyian, untuk dibacakan,
dialami, dan dihayati bersama-sama. Lagu rakyat biasa dinyanyikan oleh
anak-anak pada saat bulan purnama, atau dinyanyikan oleh orang tua yang ingin
menyampaikan pesan-pesan kepada anak-anaknya melalui media lagu.
Untuk mengkaji makna yang terkandung dalam lirik lagu rakyat,
maka digunakan teori semantik. Semantik ialah penelitian makna kata dalam
bahasa tertentu menurut sistem penggolongan yang terbatas pada sejarah
perkembangan kehidupan mental masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai
bidang kehidupan.
Dalam psikologi perkembangan terdapat tiga komponen psikologi
manusia yaitu (1) psiko-kognitif, suatu proses psikologis yang terjadi dalam
bentuk pengenalan, pengertian, dan pemahaman dengan menggunakan pengamatan,
dengan menggunakan panca inderanya sehingga individu tersebut memperoleh
pengetahuan dan pemahaman, (2) psiko-afektif, suatu perasaan yang dimiliki
seseorang terhadap sesuatu, secara umum pengertian perasaan adalah suasana
menyenangkan dan tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, serta sadar bahwa
ada aturan yang harus ditaati dalam kehidupan dan (3) psiko-motorik, suatu
bentuk perkembangan tubuh, jasmani individu yang diikuti dengan aktivitas
dirinya terhadap suatu benda dan lingkungannya yang terkoordinasi diantara
jasmani, fisiologi, dan psikologi. Untuk mendukung nilai-nilai pendidikan yang
terdapat dalam lirik lagu dolanan, digunakan teori psikologi perkembangan.
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus
digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU
Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan
rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap
satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi
dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Secara harfiah, karakter mempunyai makna psikologis atau sifat
kejiwaan karena terkait dengan kepribadian, akhlak, tabiat, watak, sifat
kualitas yang membedakan seseorang dengan orang lainnya. Pendidikan karakter
adalah usaha sadar dalam pembentukan serangkaian sikap, perilaku, motivasi,
aspek perasaan, ketrampilan, dan kebiasaan anak yang sesuai dengan kaidah moral
baik yang terdiri dari mengetahui kebaikan, mencintai atau menginginkan
kebaikan, dan melakukan kebaikan. Ada sembilan pilar karakter, yang penting
untuk ditanamkan dalam pembentukan kepribadian anak. Berbagai pilar
karakter tersebut sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang mengandung
nilai-nilai luhur universal, meliputi: (1) cinta kepada Tuhan dan alam semesta
beserta isinya, (2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian, (3)
kejujuran, (4) hormat dan sopan santun, (5) kasih sayang, kepedulian, dan
kerja sama, (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, (7)
keadilan dan kepemimpinan, (8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, cinta
damai, dan persatuan (Megawangi dalam Indrawati-Rudy, 2010:717).
D. Pembahasan
Berikut ini merupakan
hasil pembahasan makna dan nilai-nilai pendidikan karakter dalam lirik lagu
dolanan Jawa.
1. Gundul-Gundul Pacul
Gundul…gundul,
pacul… cul.. Gembelengan…
(botak seperti cangkul, angkuh
sombong)
Nyunggi…
nyunggi, wakul..kul… Gembelengan ….
(Membawa bakul dengan gayanya yang
angkuh dan sombong)
Wakul
glempang segane dadi sak latar
(bakulnya jatuh, nasinya
tumpah berantakan di jalan (tidak bermanfaat lagi)
Wakul
glempang segane dadi sak latar
(bakulnya jatuh, nasinya
tumpah berantakan di jalan (tidak bermanfaat lagi)
Lirik lagu
Gundul-Gundul Pacul menggambarkan seorang anak yang jelek (gundul), sombong
(gembelengan), dan tidak bertanggung jawab. Sifatnya tersebut mengakibatkan anak
melakukan hal yang tidak bermanfaat (bakulnya jatuh, nasinya tumpah berantakan
di jalan (tidak bermanfaat lagi)). Lirik lagu Gundul-Gundul Pacul mengajarkan
kepada anak-anak untuk bersikap selalu rendah hati atau tidak sombong. Bersikap
sombong hanya akan mengakibatkan melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat atau
tidak ada gunanya. Orang yang sombong tidak akan pernah mampu untuk mengemban
amanah yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik, seperti pada lirik Nyunggi… nyunggi, wakul..kul… Gembelengan …. (Membawa
bakul dengan gayanya yang angkuh dan sombong). Wakul glempang segane dadi sak latar (bakulnya
jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan (tidak bermanfaat lagi), anak pada
lirik lagu tersebut mempunyai tanggung jawab untuk membawa bakul, namun karena
anak tersebut membawa bakul dengan sombong, maka bakulnya jatuh dan nasinya
tumpah yang mengakitkan nasi tersebut tidak bisa dimakan lagi. Nilai pendidikan
karakter pada lagu tersebut adalah untuk selalu bersikap rendah hati dalam hal
apapun.
2.
Jamuran
Jamuran ya ge ge thok
(jamurannya ya dibuat pura-pura)
Jamur apa ya ge ge thok (jamur apa ya dibuat pura-pura)
Jamur
gajih mbejjih sakara-ara (jamur gajih mengotori seluruh
lapangan)
Semprat-semprit jamur opo (melesat cepat jamur apa)
Nilai pendidikan dalam
lagu ini adalah ketika anak melakukan permainan. Mereka akan melantunkan dengan
kompak dan menaati peraturan apapun yang diminta oleh pemain dadi. Pada lirik lagu Semprat-semprit jamur opo, pemain dadi meminta kepada pemain lain untuk
menjadi jamur apa yang dia mau, maka pemain lain harus mematuhi apa yang
dikehendaki pemain dadi. Hal ini mengajarkan pada anak-anak bahwa hidup ini
penuh dengan aturan. Maka segala aturan harus ditaati sesuai dengan peraturan.
Karakter yang dapat ditanamkan dalam lirik lagu ini adalah kedisiplinan dalam
memauhi segala aturan yang berlaku di kehidupan.
3.
Sluku-Sluku
Batok
Sluku-sluku
bathok (Ayun-ayun
kepala)
Bathoke ela elo (Kepalanya geleng geleng)
Si rama menyang Solo (Si bapak pergi ke Solo)
Oleh-olehe payung mutha (Oleh-olehnya payung mutha)
Mak jenthit lolobah (Secara tiba-tiba begerak)
Wong mati ora obah (Orang mati tidak bergerak)
Yen obah medeni bocah (kalau bergerak menakuti anak-anak)
Yen urip golek dhuwit (kalau hidup mencari uang)
Bathoke ela elo (Kepalanya geleng geleng)
Si rama menyang Solo (Si bapak pergi ke Solo)
Oleh-olehe payung mutha (Oleh-olehnya payung mutha)
Mak jenthit lolobah (Secara tiba-tiba begerak)
Wong mati ora obah (Orang mati tidak bergerak)
Yen obah medeni bocah (kalau bergerak menakuti anak-anak)
Yen urip golek dhuwit (kalau hidup mencari uang)
Lagu ini mempunyai
makna bahwa hidup tidak boleh dihabiskan hanya untuk bekerja. Waktu istirahat
ya istirahat untuk menjaga jiwa dan raga agar selalu dalam kondisi seimbang. Sluku-sluku bathok, artinya bathok kepala kita perlu beristirahat
untuk memaksimalkan kemampuannya. Bathoke
ela-elo berarti dengan cara berdzikir, ela-elo sama dengan laa ilaa ha
illallah, mengingat Allah akan mengendurkan saraf di otak. Lalu si rama menyang solo berarti siram atau
mandilah atau bersuci menuju solo (sholat) lalu dirikanlah sholat. Oleh-olehe payung mutha mengartikan yang
sholat akan mendapatkan perlindungan (payung) dari Allah. Kalau Allah sudah
melindungi maka tak ada satupun di dunia ini yang kuasa menyakiti kita. Tak jendhit lolobah berarti kematian itu
datangnya tiba-tiba dan tak ada yang tahu, tak bisa dimajukan atau dimundurkan
walau sesaat, sehingga saat kita masih hidup kita harus senantiasa bersiap dan
waspada untuk mengumpulkan amal kebaikan sebagai bekal untuk dibawa mati kelak.
Yen obah medheni bocah artinya saat
kematian datang semua sudah terlambat, kesempatan beramal hilang. Banyak yang
minta ingin dihidupkan tapi Allah tidak mengizinkan, karena jika mayat hidup
lagi maka bentuknya menakutkan dan mudharatnya akan lebih besar. Yen urip
goleke duwit berarti kesempatan terbaik untuk bekarya dan beramal adalah saat
ini. Saat masih hidup ingin kaya, ingin membantu orang lain, ingin
membahagiakan orang tua sekaranglah saatnya. Ketika uang dan harta benda masih
bisa menyumbang bagi tegaknya agama Allah. Sebelum terlambat, sebelum segala
pintu keselamatan tertutup. Nilai pendidikan yang bisa ditanamkan melalui lirik
lagu ini adalah cinta kepada Tuhan dan alam semesta beserta isinya.
4.
Ilir-Ilir
Lir
ilir..lir ilir..tanduré wus sumilir
(bangunlah, tanaman yang ditanam sudah
tumbuh)
Tak
ijo royoroyo..tak sengguh temantèn anyar
(tumbuhan yang subur itu daunnya akan
berwarna hijau, saya sambut seperti pengantin baru)
Cah angon.cah angon..pènèkké blimbing kuwi
Cah angon.cah angon..pènèkké blimbing kuwi
(anak gembala, panjatlah belimbing itu)
Lunyu-lunyu ya pènèken kanggo masuh dodotira
(walaupun licin tetap harus dipanjat,
demi membersihkan “pakaian batin” yang kotor)
Dodotira
dodotira kumitir bedhah ing pinggir
(pakaian sudah mulai robek di pinggir)
Dondomana jlumatana kanggo séba méngko soré
(perbaiki pakainnnya untuk dipakai nanti
sore)
Mumpung
padhang rembulané
(mumpung bulan purnama)
Mumpung jembar kalangané Ya suraka..surak horéé
Mumpung jembar kalangané Ya suraka..surak horéé
(mumpung masih banyak kesempatan, mari
bersorak hore)
Lagu tersebut mengajarkan kepada
anak-anak untuk selalu berbuat baik selama masih memiliki kesempatan untuk
berbuat baik. Lagu ini mengajak anak-anak untuk selalu memiliki hati yang
bersih dan menjadi seorang muslim yang baik. Pada baris
pertama menceritakan tentang kebangkitan Islam. Baris kedua memerintahkan kita
untuk melaksanakan kelima rukun Islam semaksimal mungkin. Sementara baris
ketiga, menganjurkan kita untuk tobat dan memperbaiki segala kesalahan yang
telah dilakukan. Perbaikan itu diharapkan menjadi bekal untuk menuju kehidupan
yang abadi, yaitu akhirat. Selanjutnya baris keempat, mengajak umat untuk
segera memperbaiki diri selagi masih ada kesempatan sebelum datang kesempitan.
Selagi sehat sebelum datang sakit, selagi mudah sebelum masa sulit datang. Dan
selagi muda sebelum datang masa tua, selagi hidup sebelum datang kematian.
Dalam lagu ini juga memakai kata belimbing, buah belimbing disini menunjukkan
rukun Islam yang harus ditegakkan. Buah belimbing memiliki lima sisi, yang
masing-masing dimaknai dengan syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji (bila
mampu). Kelima rukun Islam itu harus dilaksanakan oleh setiap Muslim agar dapat
membentuk dirinya menjadi Insan Kamil (manusia sempurna). Dengan mengajarkan
lagu ini kepada anak-anak, para orangtua berharap anak-anak mampu memiliki
sikap dan perilaku seperti yang tergambarkan dalam lagu ini. Dalam lagu
ilir-ilir ini, nilai pendidikan karakter yang terdapat di dalamnya adalah cinta
kepada Tuhan dan alam semesta beserta isinya.
5.
Padhang
Rembulan
Ya
Prakanca dolana nang jaba
(ayo teman-teman bermain di luar)
Padhang
bulan, padhange kaya rina
(rembulan bersinar terang seperti siang
hari)
Rembulane
wis ngawe-ngawe
(rembulannya sudah melambaikan tangan)
Ngelingake
ojo turu sore-sore
(mengingatkan jangan tidur sore-sore)
Ya
prakanca dha padha mrene
(ayo teman-teman bersama-sama kesini)
Bareng-bareng
dolanan suka-suka
(bersama-sama bermain suka ria)
Langite
padhang sumebar lintang
(langit terang penuh bintang)
Ya
padha dolanan sinambi cangkriman
(ayo bermain bersama sambil bermain
tebakan)
Makna yang terkandung
di dalam lagu Padhang rembulan yaitu penghargaan terhadap alam semesta,
religiusitas, dan solidaritas. Penghargaan pada alam semesta dan religiusitas
dalam lagu Padhang Bulan dapat ditemukan pada syair Padhang bulan, padhange
kaya rina...; Langite padhang sumebar lintang. Lirik tersebut menjelaskan bahwa
pada saat bulan purnama suasana malam hari menjadi terang benderang seperti
siang hari. Maka keindahan tersebut harus dinikmati dan disyukuri dengan cara
tidak tidur pada sore hari. Keagungan alam semesta pada saat bulan purnama
menggambarkan betapa agungnya kebesaran sang pencipta. Hal tersebut perlu
diperkenalkan pada anak-anak agar terbentuk pribadi yang berkarakter, mampu
memberikan penghargaan terhadap alam semesta, dan bersifat religius. Sedangakan
solidaritas dapat terbentuk melalui syair Ya Prakanca dolana nang jaba...; Ya
prakanca dha padha mrene. Syair tersebut menunjukkan solidaritas atau
kebersamaan untuk bermain dengan sesamanya dalam suasana gembira. Kesenangan
tidak hanya dinikmati sendiri, namun harus dinikmati dengan kebersamaan. Ajaran
tersebut penting untuk diajarkan kepada anak-anak agar anak-anak tidak memiliki
sifat egois dan individualis.
6.
Jaranan
Jaranan-jaranan… jarane jaran
teji
((Berkuda, berkuda, kudanya teji (tinggi
besar)
sing numpak ndara bei, sing ngiring para mantri
sing numpak ndara bei, sing ngiring para mantri
(yang naik Tuan Bei, yang mengiring
para menteri)
jeg jeg nong..jeg jeg gung, prok prok turut lurung
jeg jeg nong..jeg jeg gung, prok prok turut lurung
(Jeg-jeg nong, jeg-jeg
gung, prok prok menyusuri jalanan)
gedebug krincing gedebug krincing, prok prok gedebug jedher
gedebug krincing gedebug krincing, prok prok gedebug jedher
(Gedebug krincing gedebug krincing, prok prok gedebug jedher)
Tembang
dolanan “Jaranan”
mengajarkan nilai-nilai untuk hormat dan santun
kepada atasan, orang yang lebih tua, atau berkedudukan lebih tinggi. Selain itu
juga mengajarkan sifat kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama dengan orang
lain. Syair dalam tembang tersebut menyiratkan pesan akan
pentingnya kebersamaan, karena pada dasarnya manusia itu saling membutuhkan.
Orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi membutuhkan orang yang lebih
rendah, demikian pula sebaliknya. Bagi yang berkedudukan tinggi (ndara Bei)
membutuhkan pengawalan bawahannya (para menteri) dalam menjalankan
tugasnya. Sementara itu, bagi yang mempunyai kedudukan lebih rendah harus
menghormati orang yang berkedudukan lebih tinggi. Ndara Bei merupakan
perlambang orang yang berkedudukan tinggi atau keturunan ningrat (kaya)
karena tunggangan-nya adalah kuda yang tinggi besar (jaran teji)
sehingga berjalannya pun harus diiringi oleh bawahannya (para menteri).
7.
MENTHOK-MENTHOK
Menthok-menthok
tak kandhani, mung solahmu angisin-isini
(Menthok-menthok
aku nasehati, perilakumu memalukan)
Bokya aja ndheprok, ana kandhang wae
Bokya aja ndheprok, ana kandhang wae
(Jangan hanya diam dan duduk, di
kandang saja)
Enak-enak ngorok, ora nyambut gawe
Enak-enak ngorok, ora nyambut gawe
(Enak-enak mendengkur, tidak
bekerja)
Menthok-menthok, mung lakumu megal-megol gawe guyu
Menthok-menthok, mung lakumu megal-megol gawe guyu
(Menthok-menthok,
jalanmu meggoyangkan pantat membuat orang tertawa)
Makna
dari lagu tersebut adalah menggambarkan
binatang menthok yang mempunyai sifat pemalas, seperti yang digambarkan pada
lirik lagu “Bokya
aja ndheprok, ana kandhang wae (Jangan
hanya diam dan duduk, di kandang saja). Enak-enak ngorok, ora nyambut gawe (Enak-enak
mendengkur, tidak bekerja)”. Namun dibalik sikapnya yang pemalas, menthok masih
punya kemampuan untuk membuat orang lain tertawa. Nilai pendidikan karakter
yang terdapat pada lirik lagu tersebut adalah mengajarkan kepada anak-anak
untuk tidak malas dan bekerja keras dalam melakukan berbagai macam aktifitas.
Selain itu, terdapat nilai pendidikan yaitu percaya diri. Percaya diri bahwa
setiap orang itu memiliki kelebihan dan kekurangan pada dirinya. Jadi, setiap
orang itu harus bangga dan tidak boleh menganggap dirinya rendah jika dibandingkan
dengan orang lain.
Dari
berbagai pesan yang disampaikan dalam lirik lagu dolanan Jawa yang telah diuraikan di
atas, dapat disimpulkan bahwa lagu
dolanan Jawa pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1) bahasanya sederhana, (2) mengandung nilai-nilai estetis, (3) jumlah
barisnya terbatas, (4) berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak, (5)
lirik dalam lagu dolanan menyiratkan makna religius, kebersamaan, kemandirian,
tanggung jawab, rendah hati, dan nilai-nilai sosial lainnya. Berdasarkan
ciri-ciri tersebut, tidak diragukan lagi apabila lagu dolanan Jawa itu pantas untuk dikonsumsi
anak-anak, karena banyak nilai-nilai positifnya yang terkandung di dalam lirik
lagunya. Secara umum dapat disampaikan bahwa semua lagu dolanan tersebut
mengarah pada aspek cerminan pandangan, falsafah hidup, dan nilai moral yang
dibangun dalam masyarakat Jawa, yang pantas untuk digunakan sebagai pembentuk
karakter generasi muda penerus bangsa.
E. Referensi
referensinya mana?
BalasHapus